Bayi Prematur dan BBLR Lebih Tinggi Risiko Mengalami Stunting

 


JAKARTA — Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Irma Ardiana, MAPS mengatakan, bayi dengan lahir prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sangat berisiko mengalami stunting. Hal tersebut disampaikan Irma saat membuka webinar Promosi dan KIE Pengasuhan 1000 HPK Seri VIII : Strategi Pola Asuh untuk Bayi Prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) secara daring, Rabu, 21 Desember 2022. 

"Kenapa ini jadi penting kita angkat di webinar ke-8? karena kita memahami bayi dengan prematuritas, BBLR ini punya risiko stunting. Bayu tersebut kesulitan makan sehingga berat badannya ini tidak bertambah dengan usianya, kemudian dari beberapa organ terutama paru-paru organ dalam lainnya kurang berkembang sehingga ada gangguan masalah pernapasan dan juga pencernaan,” kata Irma.

Irma menjelaskan, dalam indikator iBangga (Indeks Pembangunan Keluarga) ada 17 indikator yang terbagi menjadi 3 dimensi, dimana isu tentang pengasuhan menjadi sangat penting yang dilakukan bersama oleh ayah, ibu, bisa juga di lakukan oleh wali asuh. 

Berdasarkan PK-21, sambung Irma, keluarga di Indonesia masih berkembang. Artinya Indonesia belum masuk pada keluarga tangguh. BKKBN pun berupaya melalui sosialisasi yang masif, intensif sampai melaui webinar ini ingin membekali keluarga Indonesia dengan pengetahuan, termasuk diantaranya adalah pengasuhan khususnya BBLR dan juga bayi prematur. 

“Dan ini juga ternyata sangat berkaitan erat dengan tugas yang di ampu oleh rekan Tim Pendamping Keluarga (TPK) ketika harus mendampingi keluarga berisiko stunting", ucapnya.

Senada dengan BKKBN, Dr. dr. Fitri Hartanto, Sp.A (K) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengatakan bahwa bayi prematur dan bayi BBLR merupakan bayi yang berisiko tinggi untuk terjadinya stunting.

“Jadi bukan hanya masalah stunting saja, stunting itu hasil akhir dari beberapa permasalahan yang terjadi pada bayi prematur atau bayi lahir dengan berat badan yang kurang atau BBLR,” ucap Fitri. “Dalam 1000 HPK anak yang didalamnya adalah 280 hari kehidupan di dalam kandungan dan 720 hari kehidupan di luar kandungan disitu ada perkembangan yang penting  yang kita pantau disitu ada perkembangan otak yang cukup cepat,” sambungnya.

Percepatan pertumbuhan dan perkembangan otak tersebut, kata dia, akan membuat anak yang berisiko stunting tetap tumbuh dan berkembang secara optimal. Banyak hal yang terjadi di usia 1000 HPK anak, dimana setelah lahir sebetulnya perkembangan dan percepatan otak sudah terjadi selama di dalam kandungan itu hanya 25%.

“Namun di dalam 25 persen ada organ-organ yang sensitif yang kita sebut sebagai organ-organ yang harus kita selamatkan di fase-fase awal kehidupan. Organ itu menyangkut organ dari pendengaran, penglihatan, dan perasaan,” ucapnya. Lebih jauh Fitri menambahkan, tugas orangtua adalah dengan memberikan pola asuh yang positif terhadap anak-anak berisiko stunting tersebut. 

“Kuatkan aspek atau faktor protektifnya sehingga bayi tidak akan berakhir dengan gangguan pertumbuhan maupun gangguan perkembangan, termasuk di dalamnya adalah stunting. Jadi bayi prematur atau BBLR akan mengalami berbagai keterlambatan perkembangan dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan, baik sistem sensorik maupun motoriknya,” ungkapnya.

Penulis: Tri Wulandari 

Editor: FBA

Reposter : KL

Sumber : BKKBN

Posting Komentar

0 Komentar