Yuk, Kenali Lebih Dekat Cara Penimbangan Berat Badan dan Pengukuran Panjang/Tinggi Badan Balita

 

JAKARTA, BKKBN --- Dalam rangka meningkatkan pemahaman Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan kader Posyandu Persit Kartika Chandra Kirana terkait penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi badan pada balita, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggelar Kelas Tim Pendamping Keluarga yang Handal, berEmpati, dan bersahaBAT (TPK Hebat).  

Tema yang diangkat dalam acara ini adalah ‘Kenali Lebih Dekat Penimbangan Berat Badan dan Pengukuran Panjang/Tinggi Badan pada Balita’.

Dengan terselenggaranya TPK Hebat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan kader TPK di seluruh Indonesia yang berjumlah lebih dari 600 ribu orang. Juga Kader Posyandu Persit Kartika Chandra Kirana dalam melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi badan pada balita.

Termasuk  strategi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dalam pendampingan terhadap  keluarga berisiko stunting (KRS).

TPK Hebat ini menyasar  bidan/tenaga kesehatan lainnya; kader TP PKK; dan kader KB Desa di seluruh Indonesia serta kader Posyandu Persit Kartika Chandra Kirana.

Hal tersebut disampaikan Plt. Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, dr. Irma Ardiana, MAPS, saat menyampaikan laporannya.

Kegiatan Kelas TPK Hebat ini diselenggarakan secara hybrid luring dan daring, serta ditayangkan secara live streaming di akun Youtube @BKKBN Official, bertempat di Jakarta Timur, Selasa (23/04/2024).

Hadir sebagai narasumber Founder Gizi Nusantara Esti Nurwanti, S.Gz, RD, MPH, Ph.D beserta tim yang menjelaskan secara detail cara pengukuran panjang/tinggi badan dan berat badan bayi atau balita yang baik dan benar dengan menggunakan alat pengukuran antropometri yang sesuai standar.

Pada kesempatan yang sama hadir juga Kepala Pusat Kesehatan TNI Angkatan Darat Mayor Jenderal TNI AD, Dr. dr. Sukirman SH, Sp.KK, M.Kes, FINSDV., FAADV, yang menyampaikan arahannya.

Seperti  diketahui,  posyandu binaan Persit Kartika Candra Kirana mencapai 631 posyandu. Hampir semuanya mempunyai kader Bina Keluarga Balita (BKB).  Dalam tatanan pusat kesehatan Angkatan Darat, secara teknis bimbingan terhadap posyandu dilakukan oleh 440 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Jadi, untuk kader sendiri kita lebih dari 5000 atau hampir 6000 kader dari 631 posyandu tersebut, baik itu kader posyandu maupun Bina Keluarga Balita,” ucap Mayjen TNI Sukirman.

Dirinya juga berharap, dengan adanya Kelas TPK Hebat  ini para kader posyandu akan mampu meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang dipunya para kader posyandu binaan Persit Kartika Candra Kirana, walaupun pembinaan teknis terkait penggunaan antropometri senantiasa kita update.

"Sebanyak 440 FKTP itu sudah mempunyai mapping mana posyandu yang menjadi binaannya," ujar Mayjen TNI Sukirman.

“Dalam rangka rangkaian membentuk posyandu champion, kita baru saja melakukan lomba desa bebas stunting pada 3 kewilayahan yaitu Cendrawasih, Udayana (Bali, NTB, NTT ) dan kodam 3 (Kuningan dan Sukabumi ) yang dimana dalam monitoring kita di tempat-tempat tersebut memiliki angka stunting cukup tinggi,” kata Sukirman

● Pendekatan Baru

Sementara itu, Kepala BKKBN, dokter Hasto, yang menyampaikan arahannya sekaligus membuka acara mengingatkan pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) adalah template nya membangun manusia kecil untuk menjadi manusia yang hebat ke depan.

“Jangan pernah punya cita-cita yang tinggi bisa tercapai, anaknya cerdas, hebat intelektual kalau di 1000 hari itu tidak tercukupi kebutuhan nutrisinya, tidak tercukupi kebutuhan kesehatannya, tidak tercukupi parentingnya,” ucap dokter Hasto.

Menurut dokter Hasto, Kelas TPK Hebat di tahun 2024 akan menggunakan pendekatan baru dalam menjangkau para TPK yaitu problem best learning. Contohnya orang sakit dengan gejala panas.  Kemudian kita pelajari berdasarkan problemnya yaitu panas. Maka, panas ini harus ditelusuri.

Mengambil contoh lain, dokter Hasto menjelaskan terkait Di penanganan stunting ini ada masalah misalnya kenapa pengukuran yang dilakukan oleh

Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) atau Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang sangat berbeda dengan yang ada di e-PPGBM (elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat)  yang diukur ibu-ibu posyandu, TPK,  kader.

"Ini adalah masalah di mana gejala yang kita lihat adanya angka yang sangat berbeda.  Harapan saya problem ini di telusuri. Mungkin hari ini bagian dari pelatihan yang akan sangat bermanfaat untuk penelusuran itu. Coba dengan alat ukur dan cara mengukur yang sama, lalu yang mengukur berkompeten, ini penting sekali untuk diseragamkan,” pesan dokter Hasto.

Dokter Hasto mengingatkan dalam hal mengukur tinggi/panjang badan dan berat badan balita bukan satu kegiatan yang bisa dianggap sepele. Ada satu teknik yang jika ingin mengukur, antara mata dan meteran yang akan dibaca harus satu garis lurus dengan kepala bayi atau anak yang akan diukur. Jika tidak berada di garis lurus akan terjadi  kesalahan pada pengukuran.

"Hari ini kita belajar hal-hal kecil dalam pengukuran yang mungkin belum banyak diketahui.  Ke depan kita dapat menyamakan atau mendekatkan antara data yang diperoleh bapak ibu melalui penimbangan yang dilakukan di posyandu  dengan data survei yang ada,” terangnya.

Mengukur harus dilakukan dengan baik karena hasil pengukuran berat badan terhadap tinggi/panjang badan balita atau anak sangat penting sekali. Sebagai contoh berat badan terhadap umur. Ketika berat badan balita atau anak mengalami underweight atau berat badan lebih rendah dari standar umur yang ada, dan berlangsung terus menerus,  itu  tanda jika anak tersebut  pertumbuhan otaknya  akan terganggu.

"Berat badan terhadap tinggi/panjang badan menjadi tanda bahwa anak itu sehat atau tidaknya," papar dokter Hasto, dengan menggarisbawahi bahwa tinggi/panjang badan terhadap umur menjadi indikator seorang anak  berpotensi  stunting atau tidak.

"Dari yang kita ketahui,  stunting secara keseluruhan mencerminkan kemampuan perkembangan otak. Dan stunting pasti pendek, namun pendek belum tentu stunting. Tetapi secara umum kelompok orang yang pendek pertumbuhan otak dan kemampuan kecerdasannya berbeda dibandingkan mereka yang pertumbuhannya lebih optimal," kata dokter Hasto.

● Hindari kesalahan

Menurut Founder Gizi Nusantara, Esti Nurwanti dan tim, tata cara pengukuran panjang/tinggi dan berat badan pada balita harus menghindari kesalahan-kesalahan yang sering terjadi. Di antaranya  permukaan timbangan/stadiometer tidak rata, popok basah tidak dilepas, masih memakai baju/celana tebal (jaket, jeans, dll).

Selain itu, kaki bayi menggantung, bayi atau balita membawa mainan, bayi atau balita berpegang pada ibu/pengasuh, tumit atau empat  bagian tubuh lainnya tidak menempel, bayi atau balita bergerak-gerak, sudut baca pengukur masih salah, dan pembulatan hasil panjang/tinggi dan berat badan bayi atau balita.

"Hal-hal tersebut merupakan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada saat pengukuran dan dapat mengurangi akurasi hasil pengukuran panjang/tinggi dan berat badan bayi atau balita," ujar Esti.

Esti dan tim juga mengenalkan alat pengukur antropometri yang sesuai standar, di antaranya: 1) Alat ukur Baby Scale (untuk bayi); 2) Alat ukur berat badan injak digital (untuk anak balita); 3) Alat ukur panjang badan (infantometer/ length board); 4) Alat ukur tinggi badan (stadiometer); 5) Pita Lila (untuk anak usia 6 sd 59 bulan); 6) Alat ukur lingkar lengan atas dan lingkar kepala. *

Penulis : Tri Wulandari Henny Astuti
Editor: Santjojo Rahardjo

Sumber : BKKBN

Posting Komentar

0 Komentar