Pentingnya Pemeriksaan Kesehatan Bagi Calon Pengantin untuk Cegah Anak Stunting

 JAKARTA — Menurut data BKKBN, cakupan calon Pasangan Usia Subur (PUS) yang memperoleh pemeriksaan kesehatan masih jauh dari target. Hal ini menjadi perhatian penting karena pemeriksaan kesehatan pada calon pengantin (catin) merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mencegah terjadinya stunting baru.

“Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2023, capaian indikator Cakupan calon Pasangan Usia Subur (PUS) yang memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah hanya sebesar 39,7% dari target 80%.”


Hal itu dikatakan  Kepala BKKBN, dokter Hasto, dalam sambutannya yang dalam hal ini diwakilkan  Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Nopian Andusti, SE, MT pada Kelas “Tim Pendamping Keluarga yang Handal, berEmpati, dan bersahaBAT (TPK Hebat) Seri I Tahun 2024”, Selasa (26/03/2024), secara daring.

“Keberhasilan dalam pendampingan calon pengantin atau calon pasangan usia subur sangat penting dalam menurunkan angka stunting. Untuk dapat menurunkan angka stunting dilakukan dengan mencegah munculnya kasus stunting dan hal ini dimulai sejak masa pra-konsepsi atau dimulai sejak tiga bulan sebelum menikah,” tambahnya.

Menurut dokter Hasto, waktu tiga bulan  dianggap bisa memperbaiki kondisi calon ibu untuk menjalani kehamilan yang sehat dan melahirkan anak yang sehat pula yang bebas dari risiko stunting.

Sejalan dengan dokter Hasto, ahli gizi dari Rumah Sakit Akademik Universitas Gajah Mada, Ancelma Rayi Sari Pranasti, S.Gz, RD, yang juga menjadi narasumber pada acara tersebut mengatakan bahwa  mata rantai stunting harus diputus  dengan memperhatikan asupan gizi sejak masa remaja.

“Apabila remaja kurang gizi dan anemia yang nantinya menjadi seorang ibu, maka berisiko mengalami kurang gizi dan anemia dan berpotensi melahirkan anak yang kurang gizi dan anemia juga. Siklus kehidupan ini menjadi lingkaran setan yang terus-menerus terjadi," papar Ancelma.  

Ia melanjutkan, "Kenapa edukasi gizi dan pendampingan keluarga  dimulai dari catin? Karena kita berusaha memutus mata rantai saat mereka menjadi catin, supaya remaja yang kurang gizi dan anemia tidak menghasilkan anak stunting,” jelasnya.

Ancelma juga memberikan tips kepada TPK agar catin dapat mengonsumsi makanan yang bervariasi sesuai panduan Isi Piringku Kementerian Kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan gizi makro dan mikro serta gizi seimbang.

“Bervariasi  misalnya jangan beberapa kali makan hanya bayam saja, lauk telur terus. Paling gampang mengetahui asupan cukup biasanya satu hari paling tidak mengonsumsi tigq macam warna yang berbeda, misal sayuran hijau dan orange (bayam dan wortel), kemudian buah yang warna kuning seperti pisang, lalapan merah tomat. Jadi, biasanya buah dan sayur berbeda warna ini kandungan nutrisinya berbeda-beda. Jadi,  bisa saling melengkapi,” ungkap Ancelma.

• Nutrisi bergizi

Pada kesempatan yang sama, dr. Esti Utami Risanto, SpOG, Subsp. Obginsos dari RSA Universitas Gajah Mada, mengingatkan pentingnya nutrisi yang bergizi pada semua tahapan hidup perempuan sejak balita, anak-anak, remaja, dewasa muda, dewasa, ibu hamil, menyusui.

“Nutrisi yang baik akan mengamankan akses terhadap makanan yang bergizi, aman dan terjangkau dan praktik gizi positif penting bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan perempuan," jelas Esti.

Ia.mengatakan gizi perempuan juga dikaitkan dengan status gizi, kesehatan dan tumbuh kembang anak. "Biasanya kalau gizi ibu baik,  risiko stunting pada anak  lebih rendah dan ibu bisa memberikan gizi yang baik juga bagi anaknya,” tegasnya.

Menurut Esti, bila gizi ibu kurang sebelum hamil, sulit bagi ibu tersebut mengejar kekurangan agizi selama hamil yang tentu asupan gizinya  akan jauh lebih besar. Belum lagi untuk mengejar kekurangan gizi saat periode ibu menyusui karena kebutuhannya lebih besar lagi daripada saat hamil.

Nutrisi bagi calon ibu, pola makan yang baik sebelum hamil atau prakonsepsi akan membantu membentuk cadangan nutrisi yang cukup untuk mendukung kehamilan.

“Selama masa remaja penting bagi anak perempuan untuk memenuhi kebutuhan energi, protein, dan zat gizi mikro serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan fisik. Jadi dari kecil si perempuan gizinya harus baik, tumbuh kembangnya baik. Jadi remaja yang sehat, lalu jadi calon ibu yang sehat dan ibu hamil yang sehat,” tambahnya.

• Kerja Sama BKKBN-UGM

Tahun 2024  BKKBN bekerja sama dengan Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan inovasi pengembangan pembelajaran dengan menggunakan metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL).

Kelas TPK Hebat merupakan media pembelajaran berkelanjutan dalam peningkatan kompetensi yang bertujuan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pendampingan keluarga berisiko stunting.

Kelas TPK Hebat Seri I yang bertema "Pencegahan Stunting pada Calon Pengantin" dilakukan secara hybrid dengan peserta luring dan daring mencapai lebih dari 3000 orang yang mengikuti melalui platform zoom meeting dan Youtube BKKBN serta Youtube Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta.

Hadir dalam acara ini Bupati Purworejo, Hj.Yuli Hastuti, SH; Wakil Bupati Gunung Mas, Ir. Efrensia L.P Umbing, M.Si; Bupati Tabalong, Hj Hamida Munawarah, ST MT; dan tiga TPK terpilih Penyaji Kasus Problem Based Learning/PBL I  yang berasal Kelurahan Tewah, Kecamatan Tewah, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah; Desa Turus, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; dan Desa Bangkiling Kecamatan Banua Lawas Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.*

Penulis: Rizky Fauzia

Editor: Santjojo Rahardjo

Source : BKKBN

Posting Komentar

0 Komentar