ANALISIS IMPLEMENTASI FINANCIAL REWARDS DI BKKBN

ANALISIS IMPLEMENTASI FINANCIAL REWARDS DI BKKBN

oleh Ridwan Nugraha

   


    Sebuah organisasi perlu memiliki semacam mekanisme pemberian penghargaan atau reward untuk merangsang motivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Teori harapan menyatakan bahwa sebuah organisasi memerlukan suatu "strategi penghargaan" untuk meningkatkan motivasi para anggotanya demi meningkatkan valensi hasil (McShane 2016, hlm. 153). Namun, mengelola sistem reward atau penghargaan itu tentu saja memiliki tantangan tersendiri – jika tidak dikatakan sulit. Begitu pula dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Indonesia (BKKBN). Dalam agenda reformasi birokrasi dalam mewujudkan good governance, BKKBN menghadapi tantangan dalam mengelola reward; terutama, kompensasi finansial. Penghargaan berbasis kinerja sebagai salah satu kebijakan dalam mendukung pencapaian tujuan BKKBN menghasilkan hasil yang beragam. Esai ini berpendapat bahwa praktik penghargaan berbasis kinerja di BKKBN sebagian berhasil memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi; Namun, perlu perbaikan untuk memperkuat efektivitas. Dengan menyandingkan kasus BKKBN dengan teori perilaku organisasi, tiga poin disajikan untuk mendukung argumen ini yaitu penjelasan dalam konsep penghargaan finansial; penjabaran kasus penghargaan finansial di BKKBN; serta pembelajaran dan saran untuk perbaikan praktik penghargaan finansial di BKKBN.

 

Konsep penghargaan finansial

    Penghargaan (reward), memainkan peran penting dalam mendorong karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Armstrong (2007, p. 4) berpendapat bahwa perumusan dan pelaksanaan kebijakan pemberian penghargaan harus dikelola untuk membangun budaya kinerja tinggi. Imbalan dapat ditemukan dalam pengaturan yang berbeda, termasuk tunjangan, pengakuan, atau prospek karir yang diberikan kepada pekerja sebagai imbalan atas kinerja pekerjaan (Rothwell et al. 2012, hal. 175). Dari kategori ini, penghargaan finansial dianggap memiliki efek langsung yang substansial pada kinerja individu dan pencapaian tujuan (Presslee, Vance & Webb 2013, hal. 1827). 

    Empat jenis penghargaan finansial yang umum dalam sebuah organisasi adalah sebagai berikut : Pertama, keanggotaan atau penghargaan berbasis senioritas (“penghargaan loyalitas”) yaitu metode universal dalam memberi penghargaan kepada karyawan berdasarkan waktu kerja (McShane 2016, hlm. 182). Artinya semakin lama orang bekerja, semakin besar kemungkinan imbalan yang mereka dapatkan. Hal ini efektif untuk mengurangi pergantian dan mendorong karyawan untuk tetap pada posisinya. Namun, situasi "borgol emas" yaitu menjebak pekerja dalam pekerjaan yang kurang diinginkan ternyata dapat merusak kinerja karyawan (Devadason 2017, hlm. 2265; McShane 2016, hlm. 183).

    Kedua, penghargaan berdasarkan status pekerjaan, yang menekankan tanggung jawab dan nilai posisi (McShane 2016, hlm. 183; Pynes 2013, hlm. 214). Singkatnya, karyawan dengan nilai pekerjaan yang lebih tinggi cenderung menerima pembayaran finansial yang lebih tinggi. Ini membantu meminimalkan diskriminasi dan memotivasi persaingan dalam promosi; namun demikian, ini mempromosikan hierarki yang mahal dan kurang responsif (McShane 2016, hlm. 183).

    Ketiga, penghargaan berbasis kompetensi, yang mengutamakan pengetahuan dan kompetensi karyawan demi peningkatan performa kinerja (McShane 2016, hlm. 184). Ini berarti pekerja yang memiliki lebih banyak keahlian kemungkinan akan mendapatkan imbalan yang lebih baik daripada karyawan dengan keterampilan minimum. Ini mendorong ketidakberpihakan dan mendukung perilaku yang mengarah ke hasil kerja yang lebih besar, tetapi cenderung menjadi pengukuran subjektif, mengganggu dan mahal (Cira & Benjamin 1998, p. 28; McShane 2016, p. 183).

    Terakhir, penghargaan berbasis kinerja (pay-for-performance), terdiri atas penghargaan individu, tim, dan organisasi; yang menekankan pada pencapaian tugas dan kontribusi pada organisasi (McShane 2016, hlm. 184-5; Pynes 2013, hlm. 227). Singkatnya, jumlah penghargaan tergantung pada kinerja karyawan. Penghargaan memotivasi kinerja karyawan secara positif; meskipun demikian, hal itu mungkin menghambat kreativitas dan mendorong kecurangan (Gray, Micheli & Pavlov 2015, p. 149; McShane 2016, p. 183). Singkatnya, penghargaan finansial yang berbeda memiliki kelebihan dan kekurangan – dengan demikian, masuk akal untuk mengatakan bahwa merumuskan dan menerapkan sistem penghargaan yang efektif sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi.

 

Praktik penghargaan finansial di BKKBN

    BKKBN didirikan pada tahun 1970 sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen di Indonesia, secara hierarkis di bawah arahan Presiden. Sejak tahun 1979 hingga 1993, kebijakan dan strategi Keluarga Berencana adalah mewujudkan keluarga inti yang sejahtera melalui pendewasaan usia perkawinan, pengendalian kelahiran, dan kesejahteraan keluarga. Pada bulan Maret 1998, BKKBN ditingkatkan status kelembagaannya ke tingkat kementerian sebelum gerakan reformasi terjadi. Namun, berdasarkan Keputusan Presiden nomor 103 Tahun 2001, diturunkan menjadi Lembaga Non Departemen sebagai tanggapan atas era desentralisasi. Nomenklaturnya diubah menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pada tahun 2009. Sejak itu, tugas utama organisasi adalah mengendalikan kependudukan, melaksanakan keluarga berencana, dan mengembangkan kesejahteraan keluarga (BKKBN 2019b).

    Selama beberapa dekade, BKKBN telah menerapkan beberapa mekanisme penghargaan finansial. Pada masa Suharto, semua sektor publik menerapkan peraturan nasional dalam kompensasi dengan tiga komponen: gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan berdasarkan senioritas dan status pekerjaan. Pegawai negeri dengan masa kerja yang lebih lama dan peringkat institusi yang lebih tinggi mendapat penghargaan yang lebih tinggi; Selain itu, mereka yang memiliki keterampilan di bidang tertentu mendapatkan hadiah tambahan berdasarkan keahlian mereka berdasarkan suatu peraturan. Oleh karena itu, BKKBN sebagai sektor publik; mempraktikkan penghargaan finansial pendekatan campuran, yang terdiri dari senioritas, status pekerjaan, dan berbasis kompetensi. Namun demikian, tidak dapat mencegah perilaku yang tidak diinginkan karena kompensasi dianggap tidak mencukupi. Robertson-Snape (1999, hlm. 590) melaporkan bahwa sebagian besar pegawai negeri tidak bisa lepas dari korupsi sehari-hari. Banyak yang terdorong untuk melakukan korupsi dalam menjalankan profesinya. Setelah Suharto lengser, imbalan finansial dengan pendekatan campuran yang fundamental dilanjutkan. Demikian pula PNS telah “mewarisi” perilaku tidak etis selama 32 tahun, dan korupsi sudah menjadi hal biasa di birokrasi (Prabowo & Cooper 2016, hlm. 1030).

    Praktik penghargaan keuangan di BKKBN dimodifikasi pada tahun 2010. Reformasi birokrasi nasional diluncurkan dan secara radikal mulai mendorong sektor publik menuju perbaikan; salah satu agendanya adalah fokus pada mekanisme penghargaan finansial pegawai negeri sipil. Pemberian reward berdasarkan kinerja, kompleksitas pekerjaan, beban kerja dan tanggung jawab sebagai upaya percepatan good governance dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di birokrasi (Reformasi Birokrasi 2010). Pada tahun 2012, BKKBN menerapkan penghargaan berbasis kinerja individu sebagai penghargaan tambahan untuk meningkatkan motivasi dan mengatasi perilaku tidak etis dalam mencapai tata kelola yang baik. Karyawan mendapatkan tunjangan bulanan yang nilai nominalnya lebih besar dari gaji pokok berdasarkan kinerja di 17 kelas jabatan pekerjaan yang berbeda. Distribusi hadiah sedikit meningkat selama tiga tahun ke depan. Peraturan internal menulis bahwa penghargaan kinerja dibayarkan berdasarkan dua komponen: disiplin 80% (berdasarkan kehadiran bulanan) dan 20% laporan kinerja (berdasarkan posting harian di sivika). Pengurangan pembayaran reward dilakukan ketika pegawai tidak dapat mencapai target 100% dari kedua komponen di atas (BKKBN 2017, hlm. 10-1).

    Implementasi penghargaan berbasis kinerja menciptakan beberapa konsekuensi. Di sisi konstruktif, penghargaan cenderung menghasilkan keberhasilan dalam mempengaruhi karyawan untuk menampilkan kinerja yang positif. Sebagai contoh, survei terbaru melaporkan bahwa kepuasan pemangku kepentingan terhadap layanan BKKBN sangat tinggi; persepsi antikorupsi di BKKBN berada pada kategori memuaskan; persepsi tentang pengadaan dan kenaikan pangkat pegawai dalam klasifikasi positif (BKKBN 2019a, hlm. 40-1). Dengan kata lain, karyawan telah efektif dalam mencapai kinerja yang terkait dengan tata kelola yang baik di bawah stimulasi penghargaan berbasis kinerja individu. Namun, hadiah juga menghasilkan celah. Pertama, menyebabkan ketidakhadiran melalui manipulasi kehadiran. Salah satu bentuknya adalah ketika karyawan hanya datang ke kantor untuk absen pagi dan keluar pada sore atau malam hari untuk absen pulang melalui mesin hand-key. Karyawan juga secara teratur melewatkan jam kantor untuk melakukan hal-hal lain yang tidak relevan dengan tanggung jawab utama mereka. Dengan metode rumit ini, pekerja tidak dihitung sebagai bolos kerja dalam laporan disipliner mereka. Bentuk lain misalnya penggunaan "fake medical statement" untuk surat izin sakit yang secara administratif dibuktikan dengan surat keterangan medis, tidak mengurangi perhitungan reward dalam komponen disiplin. Kedua, penghargaan berbasis kinerja menghasilkan hubungan yang lemah antara penghargaan dan kinerja. Melalui sivika, banyak karyawan memanipulasi laporan kinerja karena penghitungan hadiah didasarkan pada jumlah total input. Akibatnya, karyawan dapat dengan mudah memasukkan parameter apa pun pada catatan mereka untuk dihitung sebagai "kinerja harian". Situasi ini menciptakan laporan kinerja yang acak dan fiktif, tidak terkait dengan konten pekerjaan dan target individu yang harus dicapai. Ketiga, karena BKKBN memiliki jumlah tenaga kerja yang terbatas dalam operasional sehari-hari dan memenuhi tujuan organisasi, beberapa pegawai diberikan tugas dan tanggung jawab tambahan di luar tugas pokoknya. Misalnya sebagai perencana atau sebagai petugas keuangan di suatu unit kerja. Tanggung jawab tambahan ini membutuhkan upaya ekstra di luar jam kerja normal, tanpa kompensasi tambahan dan adil. Hal ini menyebabkan konsekuensi negatif, seperti gesekan antara manajer dan bawahan. Jadi, meskipun penghargaan berbasis kinerja di BKKBN memberikan hasil yang positif, hal itu juga menimbulkan kesulitan.

 

Pelajaran yang dipetik dan potensi improvements

    Praktik reward berbasis kinerja di BKKBN belum sepenuhnya optimal. Pertama, penghargaan menciptakan ruang untuk perilaku yang tidak diinginkan karena karyawan dapat dengan mudah memanipulasi catatan disiplin dan laporan kinerja. Karyawan yang malas cenderung menerima jumlah (atau bahkan lebih besar) imbalan yang sama dengan rekan kerja mereka yang rajin. Gray, Micheli dan Pavlov (2015, p. 130) berpendapat bahwa dalam sistem pengukuran kinerja, sangat mungkin terjadi situasi “permainan”; dimana karyawan mengambil keuntungan melalui kecurangan dalam menampilkan prestasi kinerja yang berdampak negatif terhadap kinerja yang sebenarnya. Ketika karyawan terus diberi penghargaan untuk laporan kinerja palsu mereka, kemungkinan akan mempromosikan perilaku yang tidak terduga. Situasi ini mungkin mengecilkan motivasi beberapa karyawan untuk menampilkan kinerja yang positif. Selain itu, perilaku yang tidak diinginkan berpotensi mengganggu operasi sektor publik dalam mencapai tujuan. Graycar dan Villa (2011, p. 420) menekankan bahwa perilaku negatif menghambat penyelenggaraan pemerintahan dan administrasi yang baik. Kedua, karyawan yang diberi tugas ekstra cenderung mendapatkan penghargaan kinerja yang sama dengan rekan kerja reguler mereka ketika mereka berada di posisi kelas yang sama. Situasi ini berpotensi menciptakan ketidakadilan dan gesekan di dalam organisasi. Dengan kata lain, penghargaan berbasis kinerja di BKKBN tidak sepenuhnya mengatasi perilaku menyimpang dalam organisasi atau sepenuhnya memotivasi karyawan untuk menampilkan kinerja yang sebenarnya dalam mencapai tujuan organisasi; juga berpotensi menimbulkan ketidakharmonisan dalam organisasi.

    Ada dua potensi improvements dalam mempraktikkan penghargaan finansial di BKKBN untuk membangun efektivitas penghargaan. Pertama, menghubungkan penghargaan dengan kinerja secara akurat. Lembaga harus melakukan pembenahan dalam sistem pengukuran kinerja dan sekaligus mengantisipasi celah-celah yang mengarah pada penyimpangan. Dengan mengukur pencapaian pekerjaan secara akurat, harapan kinerja-ke-hasil dapat ditingkatkan (McShane 2016, hlm. 153), yang berarti bahwa kinerja individu harus dikaitkan dengan tujuan organisasi. Oleh karena itu, karena bukan penghargaan “berbasis kehadiran”, BKKBN dapat mengurangi bobot komponen kehadiran saat menghitung proporsi penghargaan kinerja. Pendekatan ini dapat berperan dalam meningkatkan kinerja dan mengurangi efek negatif dari laporan disipliner. Selanjutnya, penyimpangan dan bias dapat dikurangi melalui pengukuran kinerja yang objektif (McShane 2016, hlm. 187). Dalam situasi BKKBN, sistem penilaian kinerja melalui sivika harus bergeser dari kuantitas (jumlah input laporan bulanan) ke kualitas (target, dan Key Performance Indicator—KPI). Dengan demikian, pendekatan ini dapat mencegah karyawan untuk memberikan laporan kinerja secara acak, mengurangi kecurangan, dan mengukur kinerja dengan lebih baik.

    Kedua, dalam mengatasi ketidakadilan dan ketidakharmonisan dalam organisasi, BKKBN perlu merancang dorongan lain untuk melengkapi imbalan finansial. Upaya ini penting dilakukan karena BKKBN terikat pada regulasi nasional tentang kompensasi yang sifatnya tidak fleksibel. Namun, ada kemungkinan untuk penyesuaian hadiah lainnya. McShane (2016, p. 188) menyoroti bahwa uang bukan satu-satunya elemen untuk merangsang kinerja. Salah satu cara yang prospektif dalam memotivasi kinerja adalah melalui kenaikan pangkat khusus. Menurut peraturan tersebut, kenaikan pangkat khusus mungkin diberikan kepada pegawai negeri sipil yang berprestasi (Manajemen Pegawai Negeri Sipil 2017, hlm. 125). Konkretnya, BKKBN bisa mengimplementasikan “employee of the year award” untuk menentukan yang berprestasi; yang dinilai dari beberapa indikator: laporan disiplin, realisasi KPI individu, penambahan tugas, dan umpan balik 360 derajat. Orang yang memenuhi kategori dalam satu tahun anggaran berhak dinominasikan untuk promosi khusus. Mekanisme ini memungkinkan PNS untuk mempercepat kenaikan pangkatnya guna meningkatkan motivasi dalam mencapai kinerja organisasi. Strategi ini konsisten dengan temuan penelitian yang melaporkan peluang promosi sebagai motivator terpenting kedua bagi pegawai publik (Houston 2000, hal. 720). Dengan demikian, penghargaan finansial berpotensi efektif dalam mendukung tujuan institusional jika ditingkatkan dengan dua cara yang mungkin: secara akurat menghubungkan penghargaan dengan kinerja dan melengkapi insentif finansial untuk meningkatkan motivasi.

    Kesimpulannya, penghargaan finansial dianggap sebagai komponen penting dalam memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi; namun, mengelola penghargaan itu tentu mempunyai tantangan tersendiri. Dengan menggunakan kasus penghargaan finansial di BKKBN, esai ini berpendapat bahwa meskipun penghargaan berbasis kinerja menghasilkan keberhasilan parsial dalam pengaturan reformasi birokrasi, itu membutuhkan peningkatan dalam upaya untuk mempertajam tujuan yang diharapkan. Makalah ini pertama-tama menjelaskan konsep dasar penghargaan finansial dalam kerangka perilaku organisasi. Kemudian mengeksplorasi praktik penghargaan di sektor publik dari periode Suharto hingga era reformasi birokrasi. Artikel tersebut menjelaskan bahwa saat ini, BKKBN menerapkan pendekatan campuran (terdiri dari senioritas, status pekerjaan, kompetensi, dan berbasis kinerja individu) untuk memberi penghargaan kepada karyawan. Mengenai penghargaan berbasis kinerja, itu menciptakan hasil positif tetapi juga memicu masalah (mis., gesekan, pelanggaran). Selanjutnya, artikel tersebut menguraikan pelajaran dari keadaan BKKBN dan mengusulkan dua kemungkinan poin dalam meningkatkan efektivitas penghargaan. Kesimpulannya, meskipun praktik penghargaan berbasis kinerja di BKKBN sebagian berhasil dalam upaya memotivasi karyawan dalam mencapai tujuan organisasi, perlu perbaikan untuk memoles efektivitas; yang secara akurat menghubungkan penghargaan finansial dengan kinerja dan melengkapi penghargaan finansial dengan promosi peringkat khusus.

(Editor : KL)

Terjemahan bebas dari tulisan asli Disini

 

Daftar Pustaka

Armstrong, M 2007, A handbook of employee reward management and practice, 2nd ed. edn, Employee reward management and practice, Kogan Page, London; Philadelphia.

BKKBN 2017, Peraturan Kepala BKKBN Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tunjangan Kinerja di BKKBN, BKKBN, Jakarta, <http://jdih.bkkbn.go.id/produk/detail/?id=24>.

—— 2019a, Laporan Survei Reformasi Birokrasi, Persepsi Pelayanan Publik, dan Persepsi Anti Korupsi di BKKBN, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Jakarta.

—— 2019b, Sejarah BKKBN, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, dilihat 12 September 2019, <https://www.bkkbn.go.id/pages/sejarah-bkkbn>.

Cira, DJ & Benjamin, ER 1998, 'Competency-Based Pay: A Concept in Evolution', Compensation & Benefits Review, vol. 30, no. 5, pp. 21-8.

Devadason, R 2017, 'The golden handcuffs? Choice, compliance and relocation amongst transnational professionals and executives', Journal of Ethnic and Migration Studies, vol. 43, no. 13, pp. 2265-82.

Fleenor, JW, Taylor, S & Chappelow, C 2008, Leveraging the Impact of 360-Degree Feedback, Center for Creative Leadership, Hoboken, UNITED STATES.

Gray, D, Micheli, P & Pavlov, A 2015, Measurement madness : recognizing and avoiding the pitfalls of performance measurement, Chichester, West Sussex : Wiley.

Graycar, A & Villa, D 2011, 'The Loss of Governance Capacity through Corruption', Governance, vol. 24, no. 3, pp. 419-38.

Houston, DJ 2000, 'Public-Service Motivation: A Multivariate Test', Journal of Public Administration Research and Theory, vol. 10, no. 4, pp. 713-28.

Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil 1994, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Kepegawaian Kepegawaian Negeri Jakarta, <https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/73081/perpres-no-68 -tahun-2017>.

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Manajemen Pegawai Negeri Sipil Tahun 2017, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta, <https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/5831/pp-no-11-tahun- 2017>.

McShane, SL 2016, Organisational behaviour : emerging knowledge, global insights, 5e, Asia-Pacific edition. edn, Organizational behavior, North Ryde, N.S.W. McGraw-Hill Education.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai BKKBN, Jakarta, <https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/41919/perpres-no-160- tahun-2015>.

Prabowo, HY & Cooper, K 2016, 'Memahami kembali korupsi di sektor publik Indonesia melalui tiga lensa perilaku', Journal of Financial Crime, vol. 23, No. 4, hlm. 1028-62.

Presslee, A, Vance, TW & Webb, RA 2013, 'The effects of reward type on employee goal setting, goal commitment, and performance.(Report)', Accounting Review, vol. 88, no. 5, p. 1805.

Pynes, JE 2013, Human Resources Management for Public and Nonprofit Organizations : A Strategic Approach, Somerset: John Wiley & Sons, Incorporated, Somerset.

Reformasi Birokrasi 2010, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, Jakarta, <https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/41084/perpres-no-81-tahun -2010>.

Robertson-Snape, F 1999, 'Corruption, collusion and nepotism in Indonesia', Third World Quarterly, vol. 20, no. 3, pp. 589-602.

Rothwell, WJ, Lindholm, J, Yarrish, K & Zaballero, A 2012, Encyclopedia of Human Resource Management : HR Forms and Job AIDS, Hoboken: Center for Creative Leadership, Hoboken.

Surat Keputusan Gaji Pegawai Negeri Sipil 1977, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Penggajian Pegawai Negeri Sipil, Jakarta, <http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/1977/7TAHUN~1977PP.HTM> .

Susunan Organisasi BKKBN 1970, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1970 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja BKKBN, Jakarta, <https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/77314/keppres-no -8-tahun-1970>.

Tunjangan Kinerja BKKBN 2012, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 115 Tahun 2012 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai BKKBN, Jakarta, <https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/41360/perpres-no-115 -tahun-2012>.

Vickers, A 2005, A History of Modern Indonesia, Cambridge University Press.



Posting Komentar

0 Komentar